Tag: Mengenang Wujud

Mengenang Wujud

Mengenang Wujud

Mengenang Wujud Nano Riantiarno, Penggagas Pentas Koma yang Tewas Dunia

Bumi pentas Indonesia tengah berkabung atas keberangkatan salah satu putra terbaiknya. Nano Riantiarno, yang diketahui selaku penggagas Pentas Koma, tewas bumi hari ini, Jumat( 20 atau 1 atau 2023).

Berita gelisah ini salah satunya dibagikan istri laki- laki bernama asli Norbertus Riantiarno ini, Ratna Riantiarno, lewat Instagram Story. Beliau menulis,” Sudah berpulang ke rumah Bapa di Kayangan, suami, papa, kakak, guru kita terkasih, Norbertus Riantiarno, di rumah dia, pada pagi hari, Jumat, 20 Januari 2023, jam 06. 58 Wib. Harap dimaafkan seluruh kekeliruan dia.”

Laki- laki berumur 73 tahun itu dikenal sakit. Semenjak November 2022, bagus Nano ataupun Ratna, sering memberi kegiatan mereka di rumah lewat akun Instagram tiap- tiap. Dikala itu, di tengah situasi kesehatannya yang menyusut, Nano didatangi sebagian teman- temannya, tercantum aktris Sha Ine Febriyanti serta penggagas Pentas Mandiri, Putu Keagungan.

Bersama lusinan berkah serta pernyataan duka cita, wujud Nano juga dikenang. Mengambil web website Pentas Koma, laki- laki kelahiran 6 Juni 1949 ini sudah berteater semenjak 1965 di kota kelahirannya, Cirebon, Jawa Barat.

Dikala itu, Nano berasosiasi dengan golongan keelokan pucuk Tanah Air Cirebon, diambil dari halaman Departemen Pembelajaran serta Kultur. Biarpun namanya besar di bumi pentas, aktivitas seninya malah dimulai lewat syair serta cerpen kala beliau sedang bersandar di kursi SLTP.

Mendirikan Pentas Koma

Sehabis berakhir SMU pada 1967, Nano melanjutkan pembelajaran ke Perguruan tinggi Pentas Nasional Indonesia( ATNI) di Jakarta, sealiran dengan Slamet Rahardjo serta Boyke Roring. Di sela- sela aktivitasnya kuliah di ATNI, beliau melapangkan diri belajar pada Arifin C. Noer dengan jadi badan Pentas Kecil.

Di tempat seperti itu Nano menciptakan jodohnya, Ratna Madjid, yang sebagian tahun setelah itu, persisnya pada 28 Juli 1978, dinikahinya. Dari perkawinan itu, keduanya dianugerahi 3 anak: Rangga Buana, Rasapta Candrika, serta Gagah Tridarma Prasetya.

Kala Konsisten Buatan membuka bimbingan akting selaku aktivitas ekstrakurikuler di ATNI, Nano berasosiasi ke situ. Walaupun aktivitas ekstrakurikuler itu tidak bersinambung, beliau senantiasa berasosiasi bersama Konsisten Buatan, yang setelah itu mendirikan Pentas Terkenal pada 1968.

Di Pentas Terkenal ini juga Nano tidak bertahan lama. Beliau setelah itu mendirikan golongan pentas terkini yang diberi julukan Pentas Koma. Tutur koma, bagi Nano, berarti” berkelanjutan, tidak sempat hendak berakhir, tidak sempat titik.”

Lewat golongan inilah julukan Nano meninggi selaku salah satu figur pentas Indonesia. Selaku pengarang, partisipan International Writing Program tahun 1978 di Iowa University, Amerika Sindikat serta International Word Pergelaran tahun 1987 di Canberra, Australia, ini telah melahirkan puluhan dokumen drama, puluhan skenenario film, sebagian roman, serta cerpen.

Penghargaan

Sebagian ciptaannya itu luang mendapatkan apresiasi di sebaris kejuaraan. Pada 1972, 1973, 1974, serta 1975, misalnya, Nano mencapai apresiasi dari Kejuaraan Penyusunan Dokumen Drama yang diadakan Badan Keelokan Jakarta.

Skrip filmnya bertajuk Jakarta, Jakarta juga mencapai Piala Pandangan pada Pergelaran Film Indonesia 1978 di Akhir Penglihatan dalam jenis penyusunan skrip film terbaik. Sedemikian itu pula 2 novelnya, Ranjang Bocah serta Asmara Petang, menemukan apresiasi dari Kejuaraan Roman Majalah femina serta Kartini.

Mengenang Wujud

Buatan sinetronnya bertajuk Karina pula mencapai Piala Viia pada Pergelaran Film Indonesia 1987. Dokumen dramanya yang bertajuk Semar Memerkarakan pada 1988 sudah mengantar Nano ke Bangkok buat menyambut apresiasi SEA Write Award dari Raja Thailand dikala itu.

Di sisi mengetuai Pentas Koma, beliau pula bertugas di sebagian tempat. Nano terdaftar turut mendirikan majalah Era serta bertugas selaku editor( 1979—1985). Beliau juga sempat berprofesi selaku Pimpinan Panitia Pentas Badan Keelokan Jakarta( 1985—1990) serta jadi badan Panitia Berseni Seni Panggung buat Keelokan Indonesia di Amerika Sindikat( KIAS) pada 1991—1992.

Pantangan Pentas

Nano pula kerap jadi juru bicara. Makalah- makalahnya mengenai pentas modern Indonesia sempat dibacakan antara lain di Cornell University, Ithaca, AS, pada 1990, dan Sydney University of New South Wales- Sydney, Monash University, universitas di Adelaide, dan universitas di Pert pada 1992.

Tidak hanya itu, Nano pula sempat melaksanakan kunjungan adat ke negara- negara, semacam Mediterania, Skandinavia, Jerman, serta Cina. Pada 1987, atas ajakan Japan Foundation, beliau berkelana Jepang buat beralih benak dengan tokoh- tokoh pentas di Negara Sakura.

Sepanjang berkarier di bumi pentas, beberapa hidangan Nano sempat terserang pantangan tampak. Hidangan Suksesi, misalnya, dilarang bersinambung sehabis 11 hari dipentaskan di Halaman Ismail Marzuki pada Oktober 1990.

Sedemikian itu pula dengan hidangan Opera Kecoa yang direncanakan berjalan pada 27 November—7 Desember 1990. Kala itu, hidangan drama itu terdesak dibatalkan sebab dilarang penguasa. Dengan terdapatnya pelarangan itu, drama ini pula tertunda dipentaskan di 3 kota di Jepang, ialah Tokyo, Osaka, serta Fukuoda.

Sementara itu, Opera Kecoa sempat dipentaskan di 2 kota: Jakarta serta Bandung, pada 1985, 11 hari di Jakarta serta 3 hari di Bandung. Saat ini, sehabis banyak sadapan buatan serta jejak tidak 2, Nano sudah istirahat beriring berkah banyak orang terkasih.

Berita Viral saat ini di indonesia hanya di=> Lato lato